Wilayah ini memiliki luas 111.625 hektar yang terdiri dari daratan di Pulau Karimunjawa 1.285,5 hektar, daratan di Pulau Kemujan 222,2 hektar, serta perairan sekitarnya 110.117,3 hektar.
Kepulauan Karimunjawa tersusun dari rangkaian 27 pulau. Dari 27 pulau itu, lima di antaranya dihuni penduduk, yaitu Pulau Karimunjawa, Kemujan, Parang, Nyamuk, dan Genting. Sebagian besar penduduk fokus pada sektor perikanan.
Perikanan tangkap menjadi andalan masyarakat setempat sejak berpuluh tahun lalu. Dari 14 kecamatan di Jepara, Kecamatan Karimunjawa tercatat memiliki jumlah nelayan terbesar, yaitu 2.945 orang dari total jumlah nelayan 12.382 orang (Data BPS Jepara 2004). Di wilayah Karimunjawa komposisi profesi nelayan mencapai 60,25 persen dibandingkan dengan profesi lain.
Seiring perjalanan waktu, sisi eksotisme Karimunjawa mulai dilirik pemerintah kabupaten dan Provinsi Jawa Tengah untuk ditawarkan dari sisi wisata. Keberagaman kekayaan inilah yang oleh pemerintah kabupaten/provinsi ditawarkan kepada investor. Dengan dalih meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat, Karimunjawa dibuka lebar bagi penanaman investasi.
Pemerintah Kabupaten Jepara membuka Karimunjawa untuk pariwisata. ”Kami membuka pintu investasi di Kepulauan Karimunjawa selebar-lebarnya,” ujar Bupati Jepara Hendro Martojo ketika ditemui beberapa saat lalu di ruang kerjanya.
Ia mengundang investor memanfaatkan setiap lahan di setiap pulau penyusun kepulauan berjarak 45 mil laut dari Kota Jepara ini. Hendro menuturkan, peluang investasi ini diberikan kepada siapa pun yang memiliki modal. Ia mengingatkan agar pemanfaatan lahan di pulau itu tidak menyalahi kaidah hukum yang berlaku di Indonesia. Minimal tidak menyalahi zonasi yang diterapkan Balai Taman Nasional. Investasi harus mengacu pada aturan main atas perlakuan hak atas tanah, perlakuan lingkungan, dan hak masyarakat Karimunjawa.
Pemprov Jawa Tengah merealisasikan Kapal Cepat Kartini I buatan PT PAL Indonesia pada awal Maret 2004 untuk mengantarkan pengunjung dengan durasi waktu lebih cepat dan lebih nyaman. Gubernur Jawa Tengah pada saat launching kapal ini berharap keterpencilan Karimunjawa dapat teratasi. Jarak Semarang-Karimunjawa yang dihubungkan 60 mil laut dapat dicapai dengan waktu tempuh 3,5 jam.
Dibukanya akses Semarang-Karimunjawa cukup meningkatkan arus wisatawan untuk berkunjung. Apalagi kapal ini melayani Semarang-Karimunjawa tiap akhir pekan, Sabtu pukul 09.00 dan kembali dari Karimunjawa ke Semarang esok harinya. Tarif kelas eksekutif Rp 95.000 per orang dan kelas bisnis Rp 80.000 per orang.
Jadwal pelayaran kapal ini mengarungi Jepara-Karimunjawa dan Jepara-Semarang. Pelayaran kapal berkapasitas 168 penumpang ini membuka kesempatan pelaku bisnis menawarkan paket wisata dua hari semalam.
Celah ini pun direspons positif penduduk Karimunjawa. Setidaknya kini kepulauan ini memiliki 20 hotel/homestay dengan kapasitas kamar berdaya tampung 155 orang.
Melihat derasnya kunjungan wisatawan yang menumpang Kapal Cepat Kartini, Ismarjoko Budi Santoso, pria asal Magelang, Jawa Tengah, mendirikan Wisma Apung Jaya Karimun.
Berjarak 300 meter dari Pulau Menjangan Besar, wisma ini berada di wilayah pantai. Letak yang cukup strategis ini dimanfaatkan Ismarjoko dengan membuat kolam air laut di tengah wismanya. Dengan delapan kamar yang tersedia dan tarif sewa Rp 50.000-Rp 60.000 per malam. Setiap akhir pekan wisatawan selalu memadati wismanya. Kecuali saat musim angin barat di mana semua kapal tidak dioperasikan.
Selain Kapal Cepat Kartini, tersedia juga sarana perhubungan lain, yaitu KM Muria. Kapal yang hanya melayani Jepara-Karimunjawa itu beroperasi dua kali seminggu dari Pelabuhan Kartini Jepara. Pengguna kapal yang dikelola PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan ini didominasi kalangan menengah ke bawah karena harga yang dipatok lebih murah.
Pihak swasta lain pun tak ketinggalan. Kura-Kura Resor selaku pelaku bisnis wisata ikut melirik potensi wisata di Karimunjawa. Dengan mengelola Pulau Menyawakan, mereka menawarkan resor sekelas bintang lima dengan 10 kamar.
Paket wisata yang ditawarkan Kura-Kura Resor terdiri atas paket wisata menginap dua hari satu malam seharga 137 dollar AS. Kali ini paket wisata juga menawarkan paket empat hari tiga malam seharga 274 dollar AS.
Biaya ini sudah termasuk jasa transportasi dari Bandar Udara Ahmad Yani, Semarang, ke Bandar Udara Dewa Daru, Karimunjawa. Menggunakan pesawat sekelas Cassa 212, tak sampai satu jam wisatawan berduit dapat mencapai Karimunjawa.
Pada tahun 2002 Kura-Kura Hotel berdiri di Pulau Karimunjawa. Hotel ini terletak 10 menit dari Dermaga Pelabuhan Karimunjawa dan 30 menit dari Bandara Dewa Daru, Karimunjawa.
Dekat Kura-Kura Hotel juga berdiri Hotel Melati. Hotel ini menyediakan 13 kamar yang terdiri dari enam bungalo keluarga dan tujuh kamar standar.
Menjamur
Beberapa waktu terakhir yang tengah marak adalah pembuatan berbagai homestay atau tempat penginapan. Selain wisma milik Ismarjoko, di tepi Pulau Menjangan Besar juga berdiri penginapan yang dikelola pengusaha asal Semarang. Di tempat ini terdapat tujuh kamar yang dilengkapi kolam ikan hiu dan penyu.
Semakin ke arah darat, di Pulau Karimunjawa menjamur sedikitnya 16 homestay sederhana yang dikelola penduduk setempat. Pemerintah Kabupaten Jepara mendirikan Wisma Wisata yang terletak di tepi alun-alun Pulau Karimunjawa.
Karimunjawa semakin menawarkan berbagai fasilitas yang memikat dan menarik. Namun, masalah listrik yang dihadapi pelaku bisnis dan masyarakat setempat belum terselesaikan.
Penginapan dan berbagai tempat usaha yang membutuhkan listrik selama ini disuplai dari generator yang dimiliki Karimunjawa. Menurut informasi, pelayanan listrik di wilayah ini disuplai PLTD dengan kapasitas terpasang 95 KVA, 100 KVA, dan 50 KVA.
Tapi penduduk Pulau Karimunjawa masih lebih nyaman dibandingkan dengan penghuni pulau-pulau lain. Setidaknya, di pulau utama ini jatah listrik diberikan dari pukul 17.30-05.30. Selepas itu, peralatan listrik seperti AC, televisi, dan kulkas yang dimiliki penduduk tidak berfungsi. (ICH)
| Pantai Kartini | | | |
Obyek Wisata Pantai Kartini terletak 2,5 km ke arah barat dari Pendopo Kabupaten Jepara. Obyek wisata ini berada di kelurahan Bulu kecamatan Jepara dan merupakan obyek wisata alam yang menjadi dambaan wisatawan. Berbagai sarana pendukung seperti dermaga, sebagian aquarium Kura-kura, motel, permainan anak-anak (komedi putar, mandi bola, perahu arus), dan lain-lain telah tersedia untuk para pengunjung. Suasana di sekitar pantai yang cukup sejuk memang memberikan kesan tersendiri buat pengunjung, sehingga tempat ini sangat cocok untuk rekreasi keluarga atau acara santai lainnya.Ditempat ini pula para pengunjung dapat melepaskan lelah dengan duduk-duduk di bawah gazebo sambil menghirup udara segar bersama terpaan angina laut.
Kawasan dengan luas lahan 3,5 ha ini merupakan kawasan yang strategis, karena sebagai jalur transportasi laut menuju obyek wisata Taman laut Nasional Karimunjawa dan Pulau Panjang. Sekarang juga sudah tersedia sarana transportasi ke Karimunjawa dari dermaga Pantai Kartini yaitu KMP. MURIA (waktu tempuh 5 jam) dan Kapal Cepat KARTINI I (waktu tempuh 2,5 jam).
Selain itu Pantai Kartini tidak bisa lepas dari suatu event tradisional yang disebut “LOMBAN”. Event ini merupakan event budaya milik masyarakat Kabupaten Jepara yang berlangsung selama 1 hari tepatnya pada tanggal 8 Syawal atau seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri.
Benteng Portugis
Dilihat dari sisi geografis benteng ini nampak sangat strategis untuk kepentingan militer khususnya zaman dahulu yang kemampuan tembakan meriamnya terbatas 2 s/d 3 km saja. Benteng ini dibangun di ats sebuah bukit batu di pinggir laut dan persis di depannya terhampar Pulau mondoliko, sehingga praktis selat yang ada di depan benteng ini berada di bawah control Meriam Benteng sehingga akan berpengaruh pada pelayaran kapal dari Jepara ke Indonesia bagian timur atau sebaliknya.
Pada tahun 1619, kota Jayakarta / Sunda Kelapa dimasuki VOC Belanda, dan saat ini Sunda Kelapa yang diubah namanya menjadi Batavia dianggap sebagai awal tumbuhnya penjajahan oleh Imperialis Belanda di Indonesia. Sultan Agung Raja Mataram sudah merasakan adanya bahaya yang mengancam dari situasi jatuh nya kota Jayakarta ke tangan Belanda. Untuk itu Sultan Agung mempersiapkan angkatan perangnya guna mengusir penjajah Belanda.
Tekad Raja Mataram ini dilaksanakan berturut-turut pada tahun 1628 dan tahun 1629 yang berakhir dengan kekalahan di pihak Mataram.
Kejadian ini membuat Sultan Agung berpikir bahwa VOC Belanda hanya bisa dikalahkan lewat serangan darat dan laut secara bersamaan, padahal Mataram tidak memiliki armada laut yang kuat, sehingga perlu adanya bantuan dari pihak ketiga yang juga berseteru dengan VOC yaitu Bangsa Portugis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar